Halaman

Rabu, 13 Agustus 2014

Mata

akankah kemudian tubuh yang dipinjamkan ini bergerak tanpa arah?
yang menuntun saat cahaya menyelip dan terjemahkan olehnya.
tak hanya menghiaskan, juga menanamkan cermin yang menjadi pancaran isi ruh.
tak sepenuhnya terpandangi, sebagiannya adalah yang tersirat dalam jasad.
pasangannya menanadai tanggungjawab akan kejernihan bayang dunia.
jernihnya akan memendam suci untuk ruh, sebgai bekal kekal setelah ini.

tak jarang pantulan cahaya yang menyilaukan menjadi peluh dalam mengarti kata lihat.
bukannya mengeluh, tetapi banyak hal untuk bertaruh pada pandangan.
yang menjadi bukti hitam putihnya pengelihatan,
sebagai putusan yang mengadili kita kelak.

Si Peminjam Mata


Senin, 09 Desember 2013

Tarbiyah Siyasiyah

Ketika dakwah memasuki wilayah politik, tarbiyah siyasiyah
mutlak dibuthkan. Bahkan, berangkat dari karakteristik Islam
yang syamil, yang mengatur segala bidang kehidupan,
tarbiyah siyasiyah pun menjadi keniscayaan.


Tarbiyah siyasiyah yang bermakna pendidikan politik
sesungguhnya sangatlah luas. Ia bukan saja membahas teori-
teori politik, tetapi sampai pada metode pengelolaan negara.
Ia bukan saja terbatas pada pengetahuan politik, tetapi juga
bagaimana memberdayakan umat untuk bisa berpartisipasi
dalam perbaikan pemerintahan atau islahul hukumah.

Dalam buku ini, tarbiyah siyasiyah didefinisikan sebagai:
"Upaya membangun dan menumbuhkan keyakinan dan nilai
dalam rangka membentuk kepribadian politik yang
dikehendaki melalui terbentuknya orientasi dan sensivitas
politik para anggota sehingga menjadi partisipan politik aktif
dalam kehidupan politik keseharian mereka."

Dengan demikian, sasaran yang hendak dicapai melalui
tarbiyah siyasiyah adalah menculnya kesadaran politik
(wa'yu siyasi), terbentuknya kepribadian politik (dzat
siyasiyah), dan munculnya partisipasi politik yang aktif
(musyarakah siyasiyah). Pada akhirnya, selain memiliki
pemahaman epistemologis tentang politik dalam Islam dan
keyakinan jalan Islam sebagai solusi (al-Islam huwal hallu),
umat yang telah mendapatkan tarbiyah siyasiyah juga
berafiliasi dalam amal jama'i sebagai upaya
mengimplementasikan politik Islam yang telah mereka
yakini.


Politik; Antara Islam dan Barat
Hal pertama yang menjadi bahasan dalam buku ini, bahkan
sebelum definisi tarbiyah siyasiyah, adalah definisi politik itu
sendiri. Agar relevan dengan kondisi sekarang serta bisa
diketahui keunggulan politik Islam, maka perlu
diperbandingkan politik dalam pandangan Barat dengan
politik dalam pandangan Islam. Pandangan politik Barat bisa
diketahui akarnya dari pemikiran politik Plato dan
Aristoteles. Sehingga pokok-pokok pemikaran politik Barat
terformulasikan ke dalam prinsip-prinsip pemisahan politik
dengan etika, agama dengan hukum, pembedaan kedudukan
antara masyarakat dan negara, kedaulatan politik dan
personalitas negara dalam pembuatan hukum.
Sedangkan dalam Islam, politik harus bersumber dari agama.
Sebagaimana karakter Islam yang syamil, mengatur segala
segi kehidupan, maka politik pun harus sejalan dengan
syariat. Bahkan definisi politik (baca: siyasah syar'iyah) itu
sendiri berarti segala upaya untuk memperhatikan urusan
kaum muslimin, dengan jalan menghilangkan kezaliman
penguasa dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari
mereka.

Maka perbedaan pertama antara politik Islam dan politik
Barat (sekuler) adalah landasannya. Politik Islam dibangun
dari tauhid, sementara politik Barat justru memisahkan
politik dari agama. Standart kebenaran dalam politik Islam
jelas, yaitu Al-Qur'an dan hadits, sementara standar
kebenaran dalam politik Barat bersifat relatif, sesuai dengan
kesepakatan rakyat (atau atas nama rakyat).


Perbedaan lainnya adalah sumber kedaulatan, legitimasi
kekuasaan, dan aplikasi. Pada politik Islam, sumber
kedaulatan adalah Allah SWT. Maka segala hukum dan
keputusan politik harus bersumber dari sana. Sedangkan
politik Barat menjadikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan,
tidak peduli apa aturan Tuhan. Dalam politik Islam,
legitimasi kekuasaannya adalah manusia dengan nilai,
semetara politik Barat minus nilai. Lalu pada tataran aplikasi,
politik Islam cenderung stabil karena berpedoman pada nilai-
nilai Ilahiyah yang sudah given, sementara politik Barat
bersifat spekulatif dan penuh konflik.
Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Islam
Negara dan pemerintahan memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam Islam. Ada enam alasan yang menunjukkan hal
itu. Pertama, Al-Qur'an memiliki seperangkat hukum
misalnya qishash, maliyah, dan jihad- yang pelaksanaannya
membutuhkan negara dan pemerintahan. Kedua, pelaksanaan
dan pengawasan aqidah, syariah, dan akhlak yang telah diatur
dalam Al-Qur'an membutuhkan intervensi negara. Ketiga,
adanya ucapan-ucapan nabi yang dapat menjadi istidlal
bahwa negara dan pemerintahan menjadi elemen penting
dalam ajaran Islam. Keempat, perbuatan Nabi yang dapat
dipandang sebagai bentuk pelaksanaan tugas-tugas negara
dan kepemerintahan. Kelima, para sahabat lebih
memprioritaskan memilih pemimpin pengganti Nabi daripada
mengurus jenazah beliau. Dan keenam, kepemimpinan
(imarah) telah menjadi bahan kajian dan pembahasan para
ulama dalam kitab mereka sepanjang sejarah.

Dalam negara atau pemerintahan Islam, kepemimpinan
tertinggi dikenal sebagai khilafah. Terminologi khilafah ini
dipakai untuk menjelaskan tugas yang diemban para
pemimpin pascakenabian. Kepemimpinan dalam perspektif
khilafah –menurut Ahmad Dzakirin- lebih merefleksikan
pemahaman terhadap nilai dan prinsip kepemimpinan yang
benar menurut Islam ketimbang sebagai sebuah eksistensi
maupun bentuk pemerintahan.
Kepemimpinan dalam Islam, yang pada tingkatan
tertingginya merupakan implementasi tugas kekhilafahan,
setidaknya harus memenuhi tiga syarat: integritas keilmuan,
integritas moral (keshalehan individual), dan kemampuan
profesional.


Dalam kaitannya dengan mekanisme pengangkatan
kepemimpinan, Al-Qur'an dan Sunnah tidak menetapkan
mekanismenya. Yang kita dapati adalah ijma' (kesepakatan)
sahabat. Mereka memilih Abu Bakar, Umar hingga Ali
dengan cara yang berbeda. Abu Bakar dengan musyawarah
mufakat, Umar ditunjuk oleh pemimpin sebelumnya, Ustman
melalui tim formatur, dan Ali secara aklamasi dibaiat kaum
muslimin Madinah dan Kufah.

Selain kepemimpinan yang lebih condong sebagai eksekutif,
dalam Islam juga dikenal ahlul hall wal aqdi yang
menjalankan fungsi legislatif, dan adanya para qadhi atau
hakim sebagai unsur yudikatif.

Sementara dalam penyelenggaraan pemerintahannya, politik
Islam memiliki prinsip syura, prinsip keadilan, prinsip
kebebasan, dan prinsip persamaan yang meliputi persamaan
umum, persamaan di depan hukum, dan persamaan hak-hak
sosial.
Islam dan Demokrasi
Demokrasi sebagai ide politik modern Barat merupakan hal
yang tidak pernah berhenti untuk didiskusikan dalam
perpolitikan Islam modern. Ini dikarenakan adanya hal-hal
positif dalam demokrasi yang sejalan dengan nilai Islam dan
bisa dimanfaatkan oleh Islam alih-alih pilihan-pilihan politik
lain yang kemadharatannya jauh lebih besar. Namun
demikian, ada banyak kelemahan sistemis dari demokrasi
dalam praktiknya di negeri-negeri muslim.

Gerakan Islam dewasa ini sepatutnya untuk tidak keberatan
dengan praktik demokrasi dan perlu secara tegas menepis
kecurigaan dari kalangan sekuler bahwa demokrasi hanya
dijadikan alat untuk mencapai kemenangan.

Belajar dari Gerakan Islam Turki
Pada bab terakhir, Ahmad Dzakirin mengajak gerakan Islam
di Indonesia untuk belajar dari Gerakan Islam di Turki,
khususnya AKP. AKP bisa memenangkan dua pemilu
berturut-turut dengan suara mayoritas dan membawa rakyat
Turki untuk mempercayai pemerintahan AKP dalam
menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi Turki.